<form action='/demo/church/index.php' id='searchform' method='get'> <input id='searchbox' name='s' onblur='if (this.value == '') {this.value = 'Search this website...';}' onfocus='if (this.value == 'Search this website...') {this.value = '';}' type='text' value='Search this website...'/> <input id='searchbutton' type='submit' value='GO'/></form>
Jumat, 09 Desember 2011
<form action='/demo/church/index.php' id='searchform' method='get'> <input id='searchbox' name='s' onblur='if (this.value == '') {this.value = 'Search this website...';}' onfocus='if (this.value == 'Search this website...') {this.value = '';}' type='text' value='Search this website...'/> <input id='searchbutton' type='submit' value='GO'/></form>
Minggu, 27 November 2011
jumlah korban dalam kontak senjata di paniai
mengenai papua merdeka
VIVAnews – Kontak senjata antara polisi dengan
kelompok bersenjata terjadi di penambangan emas Tayaga, Baya Biru,
Distrik Bogobaida, Kabupaten Paniai, Papua, Sabtu 12 November 2011
kemarin pukul 07.30 WIT. Akibatnya, satu orang anggota kelompok sipil
bersenjata pimpinan Salmon Yogi, tewas.
Juru Bicara Polda Papua Kombes Wachyono mengatakan, kontak senjata terjadi karena kelompok sipil bersenjata hendak menyerang areal tambang emas. “Mereka mau menyerang lokasi tambang, dan polisi berupaya menghalau. Namun kontak senjata tak terelakkan,” paparnya.
Wachyono kemudian membeberkan kronologi kejadian. Menurutnya, sebelum terjadi kontak senjata, 7 anggota Pos Polisi Baya Biru mengendap di sekitar Jembatan Tayaga sekitar pukul 05.00 WIT. “Polisi berjaga-jaga karena diperoleh informasi bahwa kelompok kriminal bersenjata pimpinan Salmon Yogi akan melakukan penyerangan ke lokasi tambang emas Baya Biru,” kata dia.
Kemudian sekitar pukul 07.30 WIT, lanjut Wachyono, kelompok kriminal bersenjata ternyata benar-benar datang ke lokasi tambang Baya Biru. Mereka kemudian dihadang oleh 7 anggota Pos Polisi Baya Biru yang dipimpin oleh Komandan Pos Polisi Bripka Kansai.
Kontak senjata pun tak terhindarkan. Satu orang dari kelompok sipil bersenjata tersebut tertembak dan jatuh ke sungai. “Identitas korban yang tertembak belum diketahui karena setelah jatuh ke sungai, jasadnya terbawa arus deras, dan hingga kini masih dalam pencarian,” jelas Wachyono.
Sehari sebelumnya, Jumat 11 November, kata Wachyono, pihak Tentara Pembebasan Nasional, Organisasi Papua Merdeka, menyurati pemilik lokasi tambang emas Tayaga, Boy Rakinaung. Surat itu berisi permintaan uang sebesar Rp40 juta yang harus dipenuhi sampai batas waktu 14 November 2011. Surat tersebut kemudian diserahkan ke Pos Polisi Baya Biru.
Korban Simpang Siur
Terkait beredarnya kabar bahwa korban tewas dalam kontak senjata tersebut sebanyak 8 orang, Wachyono menyatakan belum memperoleh data tersebut. “Laporan yang masuk ke saya, korban hanya seorang dari kelompok sipil bersenjata,” terangnya.
Sementara ini, ujarnya, anggota polisi yang bertugas di lokasi tambang emas Tayaga masih berjaga-jaga guna mengantisipasi kemungkinan adanya serangan balasan dari kelompok bersenjata akibat tewasnya anggota mereka itu. “Kami perintahkan seluruh anggota yang ada di sana untuk meningkatkan kewaspadaan,” ujar Wachyono.
Sementara salah seorang tokoh masyarakat Paniai, John Gobay, mengungkapkan bahwa informasi soal jumlah korban yang jatuh dalam kontak senjata itu, masih simpang-siur. “Saya dapat laporan, korban ada 8 orang, dan mereka semua tewas ditembak,” kata dia saat dihubungi lewat telpon.
Untuk memastikan jumlah korban, ujar Gobay, pemerintah bersama tokoh masyarakat dan tokoh agama harus segera membentuk tim investigasi yang independen guna mengusut insiden tersebut.
“Kasus ini harus diusut tuntas oleh tim independen. Pasalnya, polisi kerap mengambinghitamkan kelompok bersenjata OPM sebagai pemicu masalah. Padahal belum tentu mereka. Polisi juga terus menunjukkan kekuatannya di Paniai dengan menambah jumlah personel Brimob dari Jakarta, dan mengesankan seolah-olah situasi sedang genting,” kata Gobay.
Ia juga menyesalkan sikap aparat keamanan yang selalu melakukan pendekatan keamanan di Papua. “Kami orang Papua terus-menerus ditembaki aparat, seolah-olah kami tidak berarti dan tidak berharga,” ujar Gobay.
Sementara itu, ratusan warga di sekitar lokasi tambang Tayaga saat ini terpaksa mengungsi karena khawatir akan tejadi kontak senjata yang lebih besar lagi.
Kronologi Kontak Senjata di Paniai, Papua
Jumlah korban dalam kontak senjata ini masih simpang-siur.
Rabu, 16 November 2011, 14:51 WIB
Anggi Kusumadewi
Pasukan OPM
(VIVAnews/Banjir Ambarita)
BERITA TERKAIT
Juru Bicara Polda Papua Kombes Wachyono mengatakan, kontak senjata terjadi karena kelompok sipil bersenjata hendak menyerang areal tambang emas. “Mereka mau menyerang lokasi tambang, dan polisi berupaya menghalau. Namun kontak senjata tak terelakkan,” paparnya.
Wachyono kemudian membeberkan kronologi kejadian. Menurutnya, sebelum terjadi kontak senjata, 7 anggota Pos Polisi Baya Biru mengendap di sekitar Jembatan Tayaga sekitar pukul 05.00 WIT. “Polisi berjaga-jaga karena diperoleh informasi bahwa kelompok kriminal bersenjata pimpinan Salmon Yogi akan melakukan penyerangan ke lokasi tambang emas Baya Biru,” kata dia.
Kemudian sekitar pukul 07.30 WIT, lanjut Wachyono, kelompok kriminal bersenjata ternyata benar-benar datang ke lokasi tambang Baya Biru. Mereka kemudian dihadang oleh 7 anggota Pos Polisi Baya Biru yang dipimpin oleh Komandan Pos Polisi Bripka Kansai.
Kontak senjata pun tak terhindarkan. Satu orang dari kelompok sipil bersenjata tersebut tertembak dan jatuh ke sungai. “Identitas korban yang tertembak belum diketahui karena setelah jatuh ke sungai, jasadnya terbawa arus deras, dan hingga kini masih dalam pencarian,” jelas Wachyono.
Sehari sebelumnya, Jumat 11 November, kata Wachyono, pihak Tentara Pembebasan Nasional, Organisasi Papua Merdeka, menyurati pemilik lokasi tambang emas Tayaga, Boy Rakinaung. Surat itu berisi permintaan uang sebesar Rp40 juta yang harus dipenuhi sampai batas waktu 14 November 2011. Surat tersebut kemudian diserahkan ke Pos Polisi Baya Biru.
Korban Simpang Siur
Terkait beredarnya kabar bahwa korban tewas dalam kontak senjata tersebut sebanyak 8 orang, Wachyono menyatakan belum memperoleh data tersebut. “Laporan yang masuk ke saya, korban hanya seorang dari kelompok sipil bersenjata,” terangnya.
Sementara ini, ujarnya, anggota polisi yang bertugas di lokasi tambang emas Tayaga masih berjaga-jaga guna mengantisipasi kemungkinan adanya serangan balasan dari kelompok bersenjata akibat tewasnya anggota mereka itu. “Kami perintahkan seluruh anggota yang ada di sana untuk meningkatkan kewaspadaan,” ujar Wachyono.
Sementara salah seorang tokoh masyarakat Paniai, John Gobay, mengungkapkan bahwa informasi soal jumlah korban yang jatuh dalam kontak senjata itu, masih simpang-siur. “Saya dapat laporan, korban ada 8 orang, dan mereka semua tewas ditembak,” kata dia saat dihubungi lewat telpon.
Untuk memastikan jumlah korban, ujar Gobay, pemerintah bersama tokoh masyarakat dan tokoh agama harus segera membentuk tim investigasi yang independen guna mengusut insiden tersebut.
“Kasus ini harus diusut tuntas oleh tim independen. Pasalnya, polisi kerap mengambinghitamkan kelompok bersenjata OPM sebagai pemicu masalah. Padahal belum tentu mereka. Polisi juga terus menunjukkan kekuatannya di Paniai dengan menambah jumlah personel Brimob dari Jakarta, dan mengesankan seolah-olah situasi sedang genting,” kata Gobay.
Ia juga menyesalkan sikap aparat keamanan yang selalu melakukan pendekatan keamanan di Papua. “Kami orang Papua terus-menerus ditembaki aparat, seolah-olah kami tidak berarti dan tidak berharga,” ujar Gobay.
Sementara itu, ratusan warga di sekitar lokasi tambang Tayaga saat ini terpaksa mengungsi karena khawatir akan tejadi kontak senjata yang lebih besar lagi.
masalah papua merdeka
masalah papua merdeka
VIVAnews - Pemerintah Amerika Serikat
menyatakan dukungannya terhadap kedaulatan NKRI di bumi Papua. Hal itu
disampaikan oleh Presiden Barack Obama kepada Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada pertemuan bilateral AS-Indonesia di Nusa Dua, Bali, Jumat
18 November 2011.
Juru bicara kepresidenan, Teuku Faizasyah, mengatakan bahwa pembicaraan soal Papua disampaikan AS dalam konteks keutuhan wilayah Indonesia. "Keutuhan wilayah Indonesia adalah pemahaman AS soal NKRI. Tidak kurang, tidak lebih," kata Faizasyah.
Dalam pertemuan tersebut, AS menyampaikan bahwa mereka percaya Indonesia dapat mengatasi masalah keamanan dan dugaan pelanggaran HAM di Papua. Mereka juga menyerahkan sepenuhnya penanganan hukum para pelanggar HAM kepada pemerintah Indonesia.
"Apabila ada aparat tidak sejalan dengan norma HAM, AS menyerahkan kepada pemerintah Indonesia untuk menerapkan hukum yang berlaku," kata Faizasyah.
Permasalahan mempertahankan kedaulatan di Papua dan pelanggaran HAM oleh aparat telah menjadi sorotan berbagai lembaga HAM dunia. Kasus-kasus pelanggaran HAM, beberapa kasus malah sempat terekam video, dijadikan bukti tindak kekerasan aparat terhadap anggota separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Dalam sebuah dokumen yang bocor di media Australia dikatakan bahwa intelijen Kopassus melakukan mata-mata kepada para tokoh yang diduga separatis. Kekerasan terbaru di Papua adalah pembubaran kongres Papua oleh TNI. Tiga orang tewas dalam peristiwa tersebut.
Pemerintah Indonesia berjanji untuk mencari tahu siapa duri dalam daging yang merusak citra Indonesia di mata dunia. SBY, kata Faizasyah, menyampaikan kepada Obama bahwa pemerintahannya telah sejak dulu bertekad menindak para pelaku kekerasan.
"Digarisbawahi oleh SBY, enam bulan pertama sejak beliau menjabat sebagai presiden, secara tegas menginstruksikan aparat di lapangan untuk memperhatikan HAM. Tidak ada impunitas bagi pelanggar HAM," tegas Faizasyah. (art)
• VIVAnews
AS Dukung Kedaulatan Indonesia di Papua
AS percaya sepenuhnya Indonesia dapat menjaga keamanan dan menangkap pelanggar HAM.
Jum'at, 18 November 2011, 21:03
WIB
Denny Armandhanu
Presiden AS Barack
Obama bertemu Presiden SBY di Bali (REUTERS/Jason Reed)
BERITA TERKAIT
Juru bicara kepresidenan, Teuku Faizasyah, mengatakan bahwa pembicaraan soal Papua disampaikan AS dalam konteks keutuhan wilayah Indonesia. "Keutuhan wilayah Indonesia adalah pemahaman AS soal NKRI. Tidak kurang, tidak lebih," kata Faizasyah.
Dalam pertemuan tersebut, AS menyampaikan bahwa mereka percaya Indonesia dapat mengatasi masalah keamanan dan dugaan pelanggaran HAM di Papua. Mereka juga menyerahkan sepenuhnya penanganan hukum para pelanggar HAM kepada pemerintah Indonesia.
"Apabila ada aparat tidak sejalan dengan norma HAM, AS menyerahkan kepada pemerintah Indonesia untuk menerapkan hukum yang berlaku," kata Faizasyah.
Permasalahan mempertahankan kedaulatan di Papua dan pelanggaran HAM oleh aparat telah menjadi sorotan berbagai lembaga HAM dunia. Kasus-kasus pelanggaran HAM, beberapa kasus malah sempat terekam video, dijadikan bukti tindak kekerasan aparat terhadap anggota separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Dalam sebuah dokumen yang bocor di media Australia dikatakan bahwa intelijen Kopassus melakukan mata-mata kepada para tokoh yang diduga separatis. Kekerasan terbaru di Papua adalah pembubaran kongres Papua oleh TNI. Tiga orang tewas dalam peristiwa tersebut.
Pemerintah Indonesia berjanji untuk mencari tahu siapa duri dalam daging yang merusak citra Indonesia di mata dunia. SBY, kata Faizasyah, menyampaikan kepada Obama bahwa pemerintahannya telah sejak dulu bertekad menindak para pelaku kekerasan.
"Digarisbawahi oleh SBY, enam bulan pertama sejak beliau menjabat sebagai presiden, secara tegas menginstruksikan aparat di lapangan untuk memperhatikan HAM. Tidak ada impunitas bagi pelanggar HAM," tegas Faizasyah. (art)
• VIVAnews
masalah papua
masalah papua
VIVAnews - Polres Puncak Jaya, Papua,
membebaskan 12 orang yang sebelumnya ditangkap karena diduga terlibat
Organisasi Papua Merdeka (OPM), Jumat 25 November 2011.
"Mereka dilepas karena dari hasil pemeriksaan tidak terbukti," kata Kapolres Puncak Jaya AKBP Alex Korwa saat dihubungi.
Namun, Alex enggan membeberkan kapan ke-12 orang itu dilepaskan. "Kalau masalah itu jangan kejar-kejar saya, itu urusan ke dalam," ujarnya dengan nada tinggi dan kemudian mematikan telepon selulernya.
Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat di Mulia, Puncak Jaya, Julex K, membenarkan bahwa ke-12 orang itu telah dilepaskan oleh polisi "Karena memang bukan OPM, mereka sudah dilepas," katanya.
Namun, ia mengatakan salah seorang warga bernama Cendiman Wonda tewas ditembak mati oleh Polisi, saat proses penangkapan. "Ia diberondong tembakan, karena menurut polisi saat penggerebekan terjadi, berupaya lari dan diduga membawa amunisi serta ditengarai anggota garis keras," imbuhnya.
Tapi dari informasi, ia ditembak saat melompat dari mobil. "Saat ditangkap bersama belasan warga lain, mereka dibawah ke Polres Puncak Jaya dengan mobil untuk diperiksa. Saat mobil berhenti di Pos Koti Brimob, korban melompat turun, lantas ditembak secara beruntun," ungkapnya.
Menurut Julex, belasan orang itu ditangkap di Kampung Wandek Gobak Mulia atau berjarak satu kilometer dari Kantor Bupati Puncak Jaya. "Mereka ditangkap di sebuah Honai (rumah adat asli Pegunungan Papua) saat sedang bermain kartu, sekitar pukul 24.00 WIT Selasa lalu," kata Julex.
Julex juga mengakui, saat ini situasi di Mulia diberlakukan jam malam. "Jam 7 malam tidak ada lagi warga yang keluar rumah, semua di dalam rumah," kata dia.
Pasukan Brimob dari Kelapa Dua II yang ditugaskan di Mulia, saat ini juga kerap melakukan razia. "Kami warga Mulia sekarang resah dengan kehadiran Brimob, untuk komunikasi saja tidak bebas, karena dicurigai, jadi kegiatan warga tidak bebas," paparnya.
"Kalau ada warga yang berjenggot dan berambut panjang gimbal, mereka langsung tangkap dan dibawa ke Polres. Tadi pagi saja (Jumat pagi) seorang warga yang berambut panjang, ketika sedang berada di pasar Kota Lama, ditangkap dan dibawa ke Polres. Tidak tau apakah sudah dilepas atau belum," ucapnya.
Yang jelas, kata dia, warga Mulia kian resah dan ketakutan dengan aksi para pasukan Brimob dari Kelapa dua Depok itu. "Kami kian merasa takut, dan tidak bebas bergerak melakukan kegiatan sehari-hari," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution mengatakan 12 orang yang berhasil ditangkap berinisial JT, KW, YW, ST, AT, KT, KW, WT, PT, NT, S alias T dan YW. Satu orang berhasil melarikan diri atas nama SW, Polisi melakukan upaya penembakan, yang bersangkutan mati di tempat.
"Dari hasil pemerikaan, yang bersangkutan ternyata juga adalah pelaku dan kelompok OPM yang ikut melakukan penyerangan," ujarnya. (adi)
• VIVAnews
Nasional
Tak Terbukti OPM, Polisi Lepas 12 Warga Papua
Sebelumnya, mereka ditangkap mereka karena diduga terlibat Organisasi Papua Merdeka.
Jum'at, 25 November 2011, 11:46
WIB
Eko Huda S
Warga Papua (REUTERS/
Stringer )
"Mereka dilepas karena dari hasil pemeriksaan tidak terbukti," kata Kapolres Puncak Jaya AKBP Alex Korwa saat dihubungi.
Namun, Alex enggan membeberkan kapan ke-12 orang itu dilepaskan. "Kalau masalah itu jangan kejar-kejar saya, itu urusan ke dalam," ujarnya dengan nada tinggi dan kemudian mematikan telepon selulernya.
Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat di Mulia, Puncak Jaya, Julex K, membenarkan bahwa ke-12 orang itu telah dilepaskan oleh polisi "Karena memang bukan OPM, mereka sudah dilepas," katanya.
Namun, ia mengatakan salah seorang warga bernama Cendiman Wonda tewas ditembak mati oleh Polisi, saat proses penangkapan. "Ia diberondong tembakan, karena menurut polisi saat penggerebekan terjadi, berupaya lari dan diduga membawa amunisi serta ditengarai anggota garis keras," imbuhnya.
Tapi dari informasi, ia ditembak saat melompat dari mobil. "Saat ditangkap bersama belasan warga lain, mereka dibawah ke Polres Puncak Jaya dengan mobil untuk diperiksa. Saat mobil berhenti di Pos Koti Brimob, korban melompat turun, lantas ditembak secara beruntun," ungkapnya.
Menurut Julex, belasan orang itu ditangkap di Kampung Wandek Gobak Mulia atau berjarak satu kilometer dari Kantor Bupati Puncak Jaya. "Mereka ditangkap di sebuah Honai (rumah adat asli Pegunungan Papua) saat sedang bermain kartu, sekitar pukul 24.00 WIT Selasa lalu," kata Julex.
Julex juga mengakui, saat ini situasi di Mulia diberlakukan jam malam. "Jam 7 malam tidak ada lagi warga yang keluar rumah, semua di dalam rumah," kata dia.
Pasukan Brimob dari Kelapa Dua II yang ditugaskan di Mulia, saat ini juga kerap melakukan razia. "Kami warga Mulia sekarang resah dengan kehadiran Brimob, untuk komunikasi saja tidak bebas, karena dicurigai, jadi kegiatan warga tidak bebas," paparnya.
"Kalau ada warga yang berjenggot dan berambut panjang gimbal, mereka langsung tangkap dan dibawa ke Polres. Tadi pagi saja (Jumat pagi) seorang warga yang berambut panjang, ketika sedang berada di pasar Kota Lama, ditangkap dan dibawa ke Polres. Tidak tau apakah sudah dilepas atau belum," ucapnya.
Yang jelas, kata dia, warga Mulia kian resah dan ketakutan dengan aksi para pasukan Brimob dari Kelapa dua Depok itu. "Kami kian merasa takut, dan tidak bebas bergerak melakukan kegiatan sehari-hari," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution mengatakan 12 orang yang berhasil ditangkap berinisial JT, KW, YW, ST, AT, KT, KW, WT, PT, NT, S alias T dan YW. Satu orang berhasil melarikan diri atas nama SW, Polisi melakukan upaya penembakan, yang bersangkutan mati di tempat.
"Dari hasil pemerikaan, yang bersangkutan ternyata juga adalah pelaku dan kelompok OPM yang ikut melakukan penyerangan," ujarnya. (adi)
• VIVAnews
Kamis, 24 November 2011
Komisi I DPR Berharap Obama Tidak Bahas Papua
Sabtu, 30 Oktober 2010 00:17 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Komisi I DPR RI
Mahfudz Siddiq berharap Presiden Amerika Serikat Barrack Obama tidak
membahas persoalan Papua, dalam rangkaian kunjungan kerjanya ke
Indonesia pada November 2010. Mahfudz mengatakan, masalah Papua sudah
selesai setelah keluarnya konsensus nasional oleh pemerintah Indonesia
yang memberikan otonomi khusus ke daerah itu.
"Indonesia harus tegas terhadap Amerika Serikata soal Papua karena masalah Papua sudah selesai. Pemerintah Amerika Serikat harus menghargai apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia," kata Mahfudz.
Ia mengemukakan, diangkatnya masalah Papua dalam kunjungannya ke Indonesia terlihat dari kunjungan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia ke Papua guna meninjau langsung apa yang sedang terjadi di Papua. "Siapapun, negara manapun, harus menghormati apa yang dilakukan Indonesia, termasuk Amerika Serikat," ujarnya.
Mahfudz meminta Pemerintah Indonesia menegaskankan kembali komitmen AS untuk membantu meningkatkan kapasitas militer dan industri pertahanan dalam negeri. "Indonesia harus meminta kepada Amerika Serikat agar bagaimana ke depan, AS bisa memberikan kebijakan yang lebih baik dan kuat terhadap masalah pertahanan Indonesia," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Indonesia harus kembali mengingatkan Amerika Serikat soal kemerdekaan Palestina.
Ia menyebutkan, Pemerintah Indonesia juga perlu mengingatkan agar hubungan Islam dengan Barat perlu disinkronisasikan sehingga tidak menimbulkan pandangan negatif terhadap Islam. "Itu juga bagus untuk diangkat sebab Obama memiliki pandangan yang sama dengan Indonesia terkait hubungan Islam dan dunia barat," kata politisi dari Golkar itu.
Presiden Amerika Serikat Barrack Obama akan mengunjungi Indonesia pada 9 November 2010 setelah dari India. Di Indonesia, salah satu lokasi yang akan dikunjungi adalah mesjid Istiqlal.
"Indonesia harus tegas terhadap Amerika Serikata soal Papua karena masalah Papua sudah selesai. Pemerintah Amerika Serikat harus menghargai apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia," kata Mahfudz.
Ia mengemukakan, diangkatnya masalah Papua dalam kunjungannya ke Indonesia terlihat dari kunjungan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia ke Papua guna meninjau langsung apa yang sedang terjadi di Papua. "Siapapun, negara manapun, harus menghormati apa yang dilakukan Indonesia, termasuk Amerika Serikat," ujarnya.
Mahfudz meminta Pemerintah Indonesia menegaskankan kembali komitmen AS untuk membantu meningkatkan kapasitas militer dan industri pertahanan dalam negeri. "Indonesia harus meminta kepada Amerika Serikat agar bagaimana ke depan, AS bisa memberikan kebijakan yang lebih baik dan kuat terhadap masalah pertahanan Indonesia," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Indonesia harus kembali mengingatkan Amerika Serikat soal kemerdekaan Palestina.
Ia menyebutkan, Pemerintah Indonesia juga perlu mengingatkan agar hubungan Islam dengan Barat perlu disinkronisasikan sehingga tidak menimbulkan pandangan negatif terhadap Islam. "Itu juga bagus untuk diangkat sebab Obama memiliki pandangan yang sama dengan Indonesia terkait hubungan Islam dan dunia barat," kata politisi dari Golkar itu.
Presiden Amerika Serikat Barrack Obama akan mengunjungi Indonesia pada 9 November 2010 setelah dari India. Di Indonesia, salah satu lokasi yang akan dikunjungi adalah mesjid Istiqlal.
Integrasikan Papua Jadi Bagian Indonesia? Pemerintah Dinilai Gagal
Rabu, 23 November 2011 16:50 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upay pemerintah
menjadikan Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dinilai gagal, karena tidak mampu menyejahterakan rakyat papua
dan selalu bertindak diskriminatif terhadap masyarakat disana.
Sekretaris Presidium Dewan Papua, Thaha al Hamid, menyatakan apa yang dilakukan pemerintah saat ini tidak lain dari tindakan kolonialisme internal, karena pemerintah hanya menghisap kekayaan bumi Papua tanpa memperhatikan kehidupan masyarakat Papua.
"Pemerintah hanya berhasil mengindonesiakan emas dan tembaga kami," tegasnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, Rabu (23/11).
Dia mengatakan ada rekayasa yang sengaja dibuat untuk membuat Papua tidak tenang. Kondisi disana selalu dibuat mencekam sehingga selalu saja ada teror yang menakutkan.
"Rakyat selalu saja diberitahukan ada aksi penembakan yang dilakukan orang tak dikenal," jelasnya. Hal itu perlu diselidiki serius siapa pelakunya.
"Kenapa di hutan-hutan yang tidak jauh dari lokasi penembakan liar itu ditemukan bungkusan nasi lengkap dengan air minum dari pihak perusahaan Freeport," tanyanya. Dia mengatakan hal ini sudah jelas rekayasa yang dibuat-buat untuk menakutkan warga Papua.
Bumi Papua dinilainya kaya akan hasil bumi, namun masyarakat disana dikatakannya tidak pernah merasakan kekayaan alamnya sendiri. Mereka tetap hidup dalam kemiskinan dan penderitaan sehingga tidak pernah berkembang.
Belum lagi tindakan diskriminatif aparat dalam hal penegakkan hukum. Dia menceritakan orang mabuk yang berbicara tak sadar tentang Papua langsung diklaim sebagai perbuatan makar dan langsung ditindak tegas aparat. Sedangkan pelaku korupsi dimanjakan tanpa tindak kekerasan.
Thaha menyatakan pemerintah seperti ingin mengajarkan bahwa lebih baik korupsi daripada mengkritik pemerintah ataupun berbuat makar. "Apakah Pemerintah menganggap kita bagian dari Indonesia jika berkorupsi? Korupsi kah yang menjadi wadah mempersatukan Papua dengan Indonesia," jelasnya. Pihaknya kecewa dengan sistem seperti itu.
Sekretaris Presidium Dewan Papua, Thaha al Hamid, menyatakan apa yang dilakukan pemerintah saat ini tidak lain dari tindakan kolonialisme internal, karena pemerintah hanya menghisap kekayaan bumi Papua tanpa memperhatikan kehidupan masyarakat Papua.
"Pemerintah hanya berhasil mengindonesiakan emas dan tembaga kami," tegasnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, Rabu (23/11).
Dia mengatakan ada rekayasa yang sengaja dibuat untuk membuat Papua tidak tenang. Kondisi disana selalu dibuat mencekam sehingga selalu saja ada teror yang menakutkan.
"Rakyat selalu saja diberitahukan ada aksi penembakan yang dilakukan orang tak dikenal," jelasnya. Hal itu perlu diselidiki serius siapa pelakunya.
"Kenapa di hutan-hutan yang tidak jauh dari lokasi penembakan liar itu ditemukan bungkusan nasi lengkap dengan air minum dari pihak perusahaan Freeport," tanyanya. Dia mengatakan hal ini sudah jelas rekayasa yang dibuat-buat untuk menakutkan warga Papua.
Bumi Papua dinilainya kaya akan hasil bumi, namun masyarakat disana dikatakannya tidak pernah merasakan kekayaan alamnya sendiri. Mereka tetap hidup dalam kemiskinan dan penderitaan sehingga tidak pernah berkembang.
Belum lagi tindakan diskriminatif aparat dalam hal penegakkan hukum. Dia menceritakan orang mabuk yang berbicara tak sadar tentang Papua langsung diklaim sebagai perbuatan makar dan langsung ditindak tegas aparat. Sedangkan pelaku korupsi dimanjakan tanpa tindak kekerasan.
Thaha menyatakan pemerintah seperti ingin mengajarkan bahwa lebih baik korupsi daripada mengkritik pemerintah ataupun berbuat makar. "Apakah Pemerintah menganggap kita bagian dari Indonesia jika berkorupsi? Korupsi kah yang menjadi wadah mempersatukan Papua dengan Indonesia," jelasnya. Pihaknya kecewa dengan sistem seperti itu.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Antara
STMIK AMIKOM
Langganan:
Komentar (Atom)
